Kamis, 03 Mei 2012

Facebook oh Facebook...


                                  Facebook Telah Membawanya Kepadaku
         “Cici jangan pergi lama-lama yaa !” dengan cadel dan suara hendak menangis Yus memegangi ujung bajuku, tatapan matanya seperti memohon satu janji yang pasti. Aku mencium pipi putihnya dan berjanji pada adik kecilku, namun dengan sarat keraguan kuucapkan paksa kalimat ini  “Iya… Cici janji, Cici gak akan lama-lama perginya dan akan kembali lagi, Cici dan Abang akan main bersama-sama lagi.” Aku akhirnya berangkat dengan mama, aku menengok ke belakang berharap masih melihat sosok kecil berambut tipis, berkulit putih, bermata sipit dan selalu memanggilku Cici, panggilan adik ke kakak perempuannya. Taksi sudah sangat menjauh dari kediaman kami yang terbuat dari dari kayu di kampung dalam di daerah Batam sana. Saat itu usiaku baru tujuh tahun, dan Yus adik laki-laki kesayanganku baru berumur empat tahun, tak pernah kusangka aku akan berpisah dari sosok mungil teman bermainku dan janji yang penuh keraguan itu tak pernah terwujud.
          Saat itu ingin sekali kembali turun dari taksi yang membawa kami ke pelabuhan. Aku ingin kembali ke rumah kayu itu dan tak akan pergi dari adik kecilku, tinggal bersama dia dan papa, tak usah ikut mama, jika aku pergi siapa yang akan menemani Yus bermain, makan, dan berdoa ?  Ada yang perih rasanya di perutku saat itu, mataku pun basah namun ku tahan agar tangisku tidak pecah. Ku tahan segenap sedih yang menyesakkan dadaku, aku tak mau mendengar mama bertanya mengapa aku menangis sementara mama sebenarnya sudah tahu jawabnya. Ketika itu aku hanya berharap waktu lekas berlalu, membawaku menjadi dewasa agar aku bisa kembali lagi ke tanah ini di mana tanah bermain ku yang terakhir bersama Yus. Lekas dewasa agar aku bisa pahami keputusan mama yang membagi siapa ikut siapa dan siapa membawa siapa. Yaahh… perpisahan orang tua memang kerap menjadikan anak-anak sebagai korban. Terpisah satu dengan yang lainnya, tak utuh dan membawa perih dan trauma luar biasa. Seperti yang ku rasa hingga dampaknya masih membekas dihitungan umur ku yang dua tahun lagi genap berkepala tiga. Hingga aku menanamkan tekad di hatiku, apa pun yang terjadi pada rumah tanggaku (mudah-mudahan tidak) anak-anakku tidak boleh hidup terpisah mereka harus tetap bersama.

          Beberapa bulan aku masih sering menerima surat-surat papa yang kebanyakan berasal dari Singapura. Papa saat itu memang seorang pelaut dan sering menitipkan adikku pada keluarga teman-temannya atau tetangga. Hingga Yus hendak masuk sekolah dasar barulah Yus dititip di Bitung, keluarga papa. Namun aku masih belum bisa berkomunikasi langsung dengan Yus hanya lewat surat-surat papa aku tahu kondisi Yus. Ditahun ketiga menjelang kelulusan smp komunikasi dengan papa akhirnya terputus sama sekali. Aku bingung tak tahu harus menghubungi papa dan Yus kemana. Surat-surat yang terkirim tak pernah mendapat balasan dan akhirnya aku hanya bisa mencari mereka lewat doa.
         Aku pun menikah selepas smu dan hobiku menulis masih berlanjut. Mengenal internet baru di sekitaran tahun 2007-2008. Kesibukanku sebagai irt dan mengurus anak membuatku tak banyak waktu mengenal internet lebih jauh lagi. Ketika facebook mulai booming aku sama sekali belum tertarik hingga di titik kerinduanku pada adik dan papa menyeruak lagi dan memiliki ide mengapa tak mencari jejak mereka di dunia maya. Namun lagi-lagi keaktifanku dalam dunia maya masih belum sepenuhnya, aku harus ikut ke seberang pulau ikut suami dan niat mencari adikku di dunia maya terurung jua.
          Tahun 2010 di bulan desember menjelang tahun baru aku mulai mengaktifkan kembali akun facebook yang sebenarnya sudah ku buat di tahun sebelumnya. Satu persatu kawan lama dan kawan baru masuk dalam kehidupanku. Sesekali aku menulis status tentang pencarian papa dan adikku itu. Hanya sedikit yang merespon, aku akhirnya menemukan tempat yang sangat mengasyikkan yaitu berkumpul di grup-grup yang berisi orang-orang yang punya hobi,minat dan impian yang sama yaitu menulis dan menjadi penulis. Sampai suatu hari ada teman yang mengatakan bahwa temannya pernah mendengar nama adikku itu, dengan secepat kilat ku ketik nama adikku itu di pencarian dan…. Ia kutemukan !… Adik kecilku kini menjelma menjadi seorang pemuda yang gagah,berkaca mata dan cerdas pula. Aku segera mengirimkan permintaan pertemanan, mengirimkan pesan bahwa aku sangat ingin berteman dengannya. Yaa… aku sengaja memang tidak mengungkap siapa aku sebenarnya. Ia hanya tahu jika ada seorang ibu muda, status menikah, dan beranak dua ingin menjadi temannya. Tak lupa aku meminta nomer ponselnya dan menunggu respon dirinya.
          Permintaan pertemananku diterima, pesan di kotak masuknya dibalas pula, ia pun mengirimkan nomer ponselnya meski harus menunggu. Sore itu juga aku menelponnya dengan debar jantung tak karuan, bunyi tuuut…tuuutt… itu terdengar berkali-kali hingga akhirnya suaranya dari seberang menyapaku dengan ramah. Segenap perasaan ku tekan sebisa mungkin agar terdengar normal. Aku tak membuka identitasku yang sebenarnya takut ia menolakku karena janjiku yang tak bisa kupenuhi “ Jangan pergi lama-lama,Ci”  Sebisa mungkin ku mengorek keterangan keluarga menurutnya dan benar ia mengakui bahwa ia punya mama dan kakak perempuan di suatu kota di daerah Sulawesi Selatan. Aku lega… akhirnya ia kutemukan di dunia maya bernama facebook yang membawa ia kembali padaku. Doaku bertahun-tahun terkabul sudah…
         Malamnya aku kembali mengirimkannya pesan pendek, bertanya-tanya seputar pekerjaan dan kuliahnya. Akhirnya aku pelan-pelan memberi petunjuk siapa aku sebenarnya, siapa sesungguhnya teman facebook barunya ini. Ia pun tanggap dengan pesan-pesan pendek yang menyiratkan banyak pertanda. Ia meminta aku menelponnya jika benar aku cici-nya seperti dugaan awal ketika ia melihat foto profilku di facebook. Dengan tangan gemetar aku menekan tombol panggilan, tanpa perlu menunggu aku langsung mendengar suara tangisnya yang pecah di ujung sana. Rasa tak percaya, rindu yang menggunung, suka cita, dan kesedihan yang tertahan dua puluh tahun meledak di pertengahan malam di awal bulan maret 2010. Menit-menit pertama yang terlewat hanya diisi dengan suara tangis kami berdua, barulah beberapa saat kemudian kami saling bertukar cerita apa yang terjadi pada kami dua puluh tahun selama kami berpisah. Rasa syukur  tak terkira ku panjatkan kepada Allah SWT semata, jalan panjang yang ditempuh dalam pencarian berakhir di sebuah akun facebook. Bukan hanya keluarga yang hilang telah kutemukan tapi juga berjuta impian telah ku dapatkan disini. Kawan-kawan yang menakjubkan dan tak akan terlupakan. Ini adalah kisahku tentang facebook, suatu keajaiban dunia maya menurutku, dan ku yakin bukan hanya aku saja yang mengalaminya karena di tempat lain kawan-kawanku menemukan belahan jiwa mereka dan membina rumah tangga yang berawal dari sebuah akun di facebook. Betul… Betul…Betul… ? : )

6 komentar:

  1. mengharukan... jdi nangis... salam kenal ya mb Ana :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal juga mba,terima kasih sudah mampir : )

      Hapus
  2. Berawal dari tulisan blog, aku menemukan pejuang cintaku :D
    Salam kangen mbak Anna

    BalasHapus
    Balasan
    1. sooooooo sweeeeeeeeeet love warrior ? ohh.... its sound so nice lovely chubby,trims dah mampir yaaa : D

      Hapus
  3. Sungguh mengharukan...tak terasa air mata saya jadi ikut menetes... salam kenal dari saya Mariana...

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal juga mba,terima kasih sudah mampir : )

      Hapus